Sabtu, 14 Juni 2014

Cinta gorila part 1



Hai kawan-kawan semuaa!!
Gue mau nge-share cerita nih, ceritanya bersambung-sambung.. judulnya cinta gorila.. untuk kalian semua yang nggak sibuk, mampir dan cekidot yaah :)
Trimakaseh :)

*Prolog*
P

agi itu, aku duduk dikursi terdepan mobil, disamping kursi kemudi. Menunggu ibuku yang sedang mampir sebentar ke toko roti langganan kami. Tempatnya tak jauh dari tempat dimana mobil ini diparkirkan. Aku bisa melihat ibuku yang sedang memilih roti dari daftar nama roti yang tersedia ditoko itu.
            Tak lama kemudian, datang seorang wanita cantik menghampiri ibuku. Mereka sama-sama tersenyum, bersalaman dan saling bercengkerama satu sama lain. Mereka terlihat sebaya dan akrab. Tak lama kemudian, ibuku menerima rotinya dari sang pelayan, dan membayarnya dengan uang yang pas, sepertinya. Kembali ibu bersalaman dengan wanita itu dengan senyum keakraban, lalu pergi menuju mobil kami.
"kenapa lama sekali, bu? Aku takut terlambat.." ucapku
"tidak akan, sayang. Karena sekarang juga kita akan berangkat menuju sekolahmu.." jawab ibu seraya mengelus lembut kepalaku
            Ibu mengemudikan mobilnya keluar dari area parkir. Perlahan tapi pasti, mobil ibu melesat melewati jajaran mobil dan motor yang terparkir disana.
Namun, tiba-tiba aku mendengar bunyi: DHUAAR!! Yang diselingi dengan decitan rem kendaraan yang begitu menyakitkan telinga, serta diikuti suara orang-orang berteriak ketakutan. Aku terdiam.
"ada apa, bu?" tanyaku
"kau, diamlah disini, sayang. Ibu akan mengecek apa yang terjadi." jawab ibu yang langsung keluar meninggalkanku
            Aku melongok ke sumber suara itu melalui kaca jendela yang terbuka. Banyak orang berkerumun disana. Termasuk juga ibuku yang terlihat begitu cemas.
Namun, aku tak tahu ada apa disana.

            *14 tahun silam..*
Aku duduk dengan perasaan yang begitu cemas dipangkuan ibuku. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi sebenarnya. aku juga tidak mengerti mengapa aku merasakan kecemasan itu. yang ku tahu, aku melihat raut kecemasan itu terpancar jelas diwajah lembut ibuku. aku hanya merasakannya. namun, entahlah. aku tak mengerti. rasanya ada sebuah tali yang ikatannya terhubung jelas antara batinku dan ibu. aku merasa sedih..
            Hari itu, sebenarnya adalah hari pertamaku masuk sekolah. lebih tepatnya lagi adalah hari pertamaku mengenakan seragam TK. Ya, aku masih sekecil itu.
tapi saat itu, aku tak tahu aku sedang berada ditempat apa. jika tempat itu adalah sekolahku, rasanya tak mungkin. karena jelas, tak ada satupun hal yang berbau sekolahan ditempat itu. maksudku, tak ada teman-teman berseragam sama sepertiku, ibu guru cantik, ruang kelas yang menyenangkan, atau masih banyak lagi layaknya keadaan sekolah yang selama ini ibu ceritakan padaku.
            yang ku tahu, tempat ini sangat luas. Berupa gedung tinggi yang dindingnya diselimuti dengan cat berwarna putih. selama menuju ke tempat duduk, aku dan ibu sebelumnya melewati banyak lorong yang disebelah kanankirinya terdapat pintu kamar dengan tanda papan kecil bertuliskan abjad, yang tentu masih belum bisa kupahami diusiaku saat itu.
            saat beberapa kali aku bertanya pada ibu, dimana sekolahku, dimana kelas dan ibu guru serta teman-temanku? ibu lalu menjawab lembut padaku : bukan disini, sayang. kita sedang dirumah sakit sekarang. ya. rumah sakit; nama tempat itu.
"lalu, bagaimana dengan hari pertamaku sekolah, bu? bagaimana dengan ibu guru cantik, kelas yang menyenangkan dan teman-teman baruku?"
"maaf, sayang. hari pertamamu sekolah ibu ganti menjadi besok. sekarang, kita harus menunggu kabar dari dokter dulu.." jawab ibu tetap lembut meski aku telah merengek-rengek mengajaknya pergi dari tempat itu
"memangnya kabar siapa yang akan dokter sampaikan ke ibu?" tanyaku
"tetangga baru kita, sayang. sekaligus anak lelaki yang akan menjadi teman barumu nanti.." jawab ibu seraya menyisir rambut ikalku dengan jemari tangannya
"siapa dia, bu? apa dia sedang sakit?"tanyaku yang mulai tertarik dengan jawaban-jawaban yang keluar dari mulut ibu
"entahlah, ibu juga belum mengenalnya.. jika kau penasaran, maka kau bisa berkenalan dengannya nanti. dokter sedang memeriksanya, karena ia mengalami kecelakaan, sayang.."
"begitu ya? apakah dia perempuan? lalu, apa dia akan baik-baik saja, bu?" tanyaku lagi
            Belum sempat ibu menjawab pertanyaanku, tiba-tiba keluarlah seorang pria dari kamar disebelah tempat duduk kami. pria itu berbadan tinggi dan tegap. wajahnya bersih, hidungnya mancung, dan kacamata menghiasi kedua matanya. ia mengenakan jas putih dipadukan celana bahan berwarna hitam. dilehernya terkalung sebuah alat yang kutahu  namanya adalah stetoskop.
            Tentu aku tahu dia adalah seorang dokter setelah ibu bertanya: "bagaimana dokter?" seraya menurunkan aku dari pangkuannya dan bangkit berdiri menghampiri orang itu.
"ini adalah rencana Tuhan. dengan puji syukur, saya senang berhasil menyelamatkan anak lelaki itu. tapi, dengan sangat menyesal, saya tidak berhasil menyelamatkan wanita itu. lukanya terlalu parah.." ucap sang dokter
            aku berjalan menjauhi mereka berdua. aku tidak mau menjadi pendengar dari perbincangan serius dua orang dewasa. dalam kata lain, aku tidak mau mendengar perbincangan yang membuatku terlihat seperti orang yang ingin tahu.
aku berjalan menuju pintu kamar asal darimana dokter itu keluar. aku menatap ke arah pintu itu dan menatap ke arah ibu secara bergantian. ibu harus tau bahwa tingkahku ini adalah isyarat yang ingin menanyakan bahwa bolehkah aku membuka pintunya dan masuk..?
"masuklah, nak.. temani dia.."ucap dokter itu mendahului ibu
            aku menatap ibu dan ibu tersenyum padaku seraya memberikan sebuah anggukan pelan yang mengartikan bahwa ia mengizinkan aku melakukannya.
aku membuka pintu itu perlahan dan masuk. aku terdiam melihat apa yang ada didalam.
seorang anak lelaki terbaring tenang diatas tempat tidur. sebuah infusan ditancapkan ditangannya. selang oksigen melekat dihidung mancungnya.
            Matanya terpejam. Bibirnya menutup rapat satu sama lain. Ia terlihat tenang ketika menarik dan menghembuskan napasnya.
Aku yakin, tak ada satupun yang menolak untuk menyebutnya manis ketika menatapnya. Aku melangkah mendekatinya, berdiri disamping tempat tidurnya. Mengamati bagaimana perban yang menutupi luka dikeningnya, terbalut dengan rapi tanpa menutupi alis matanya yang tebal dan terukir nyata. Serta, bagaimana selang oksigen itu terpasang dihidungnya yang mancung. Sepertinya aku terlalu kecil untuk naksir seseorang. Tapi, anak ini benar-benar tampan. Rasanya mustahil jika hal ini dikatakan oleh anak berumur lima tahun sepertiku. Well..
            Aku bisa menyimpulkan bahwa ia pasti anak yang baik dan tak banyak bicara. Mungkin.. Perlahan, kulihat matanya membuka. Kemudian, beberapa kali ia mengerjapkan matanya hingga benar-benar bisa melihat dengan fokus. Akhirnya ia tersadar meski tetap dalam posisi terbaring. Ia merintih sakit saat ia memegang keningnya yang diperban. Aku tetap diam pada posisiku.
            Ia menoleh kearahku dan menatapku heran. Kuberikan senyuman pertamaku padanya. Ia membalasku. Benar. Ia membalas senyumanku. Namun, tak lama berselang, mata itu menutup lagi. Aku terkejut. Jantungku mulai berdetak cepat saat itu. Aku menyentuh tangannya, tapi ia tak menggubrisku. Dia pasti mati.
"hei! Bangun! Jangan mati!" ucapku
"hei, kau! Bangunlah.. Tunggulah sampai ibuku datang.. Ayo bangun.." ucapku lagi seraya menepuk-nepuk wajahnya
"hei, diamlah. Aku ini masih bernapas. Belum mati."jawabnya
 Dia menjawab dengan mata tetap terpejam.
"kepalaku terasa sakit kalau membuka mata. Biarkan aku tidur. Dan kau, jangan ganggu aku."
Aku terdiam mendengarnya. Aku senang. Tapi disisi lain, aku juga merasa malu. Malu karena telah salah mengartikan pejaman matanya.
"kalau begitu, aku akan keluar."jawabku seraya berbalik dan melangkah menuju pintu yang berada kurang lebih 4 meter dari tempat ku berdiri.
"jangan.. Tetaplah disini, kumohon.. Aku takut sendirian."pintanya
Aku kembali menoleh kearahnya dan bertanya.
"apa kau bercanda?"tanyaku
"aku serius. Kumohon..." pintanya lagi dengan mata tetap terpejam.
Aku tidak tega meninggalkannya. Jika aku jadi dia, aku juga tak ingin ditinggal sendiri dikamar seperti itu.
"baiklah.." jawabku yang langsung kembali menghampirinya.

            Sejak itu, aku dan ibu selalu datang kerumah sakit setiap aku pulang sekolah. Kami selalu datang hingga akhirnya ia pulih. Bahkan aku sempat berpikir bahwa sepertinya hanya kami lah orang yang ia punya, tak ada yang lain. Seiring waktu berjalan, kami pun semakin akrab. Anak itu seperti kakak untukku. Dan aku yakin, ibuku juga sudah menganggap dia seperti anaknya sendiri.
            Ya. Dia, ternyata tak seperti yang pernah kubayangkan. Setelah aku mengenalnya, nyatanya dia bukanlah orang yang tak banyak bicara. tapi bagiku, dia adalah si manis yang tidak bisa diam. Tak hanya itu, bagiku, dia juga si tampan yang jail, yang hingga besar selalu bermain, belajar, dan bermimpi bersamaku. dia, si manis atau yang biasa aku panggil dengan sebutan: ADAM..


*Datang, pergi..*
          Kita berdua, berdiam dibawah langit malam. alasnya adalah rumput bermuda yang tumbuh terawat disekeliling lapangan golf ini. atapnya sudah jelas. langit malam dengan dihiasi ribuan bintang yang menyebar disetiap sudutnya.
kita berdua. ya, gue dan adam. adam itu, adalah sahabat gue sejak kecil. kami bahkan akrab sejak duduk dibangku TK. sekarang? bukannya udah engga akrab lagi. tapi kita berdua sama-sama udah kuliah. sayangnya lagi, gue dan adam jadi jarang ketemu. gimana engga? adam dapet beasiswa kuliah di kanada. jarang pulang kecuali holiday. sedangkan gue? boro-boro. kuliah didalem negeri aja, sering dapet nilai dibawah rata-rata.
          Oh ya. gue dan adam lagi di lapangan golf. dan lapangan golf ini milik pribadi. tepatnya milik bokapnya adam yang pecinta golf itu. lapangan ini terletak gak jauh dari rumah adam. lebih tepatnya lagi, lapangan ini memang merupakan bagian dari sisi luar rumah adam. gue dan adam sering ke lapangan ini sejak lapangan ini selesai dibuat. tepatnya saat gue dan adam duduk di kelas dua SD. bokapnya adam memang konglomerat. tapi gue salut, karena dia orang nya rendah hati banget. engga kayak konglomerat lain yang biasanya sombong bin riya gitu.
anyway, sejak adam kuliah di kanada, gue baru rebahan diatas rumput ini lagi. karena memang gue dan adam baru ketemu lagi..
adam bikin gue pangling. dia keren banget sekarang.
          Ya. Adam beda. dia keren banget. penampilannya itu loh yang bertolak belakang dengan bayangan gue tentang dia selepas SMA. biar gue jelasin. Mulai dari badannya, sekarang dia jadi lebih atletis dan tetap ramping, sesuai banget sama perawakannya yang tinggi. pasti dia rajin olahraga ringan atau nge-gym gitu. terus gaya rambutnya, model spike yang aduhai ala Zayn Malik, cocok banget dirambut lurus dia yang warnanya item, bikin gue kesemsem. dan yang mungkin ga berubah dari dia itu, kayaknya cuma senyuman hangat yang sering dia tunjukin, sorot mata nya yang jail, dan kebiasaannya suka main gitar, terus nyiptain lagu, terus nyanyi-nyanyi ga jelas kayak pengamen yang ga mau pergi kalo belom dikasih duit. kayak sekarang ini nih.
"gimana? udah puas belom? jauh-jauh gue dateng cuma buat nemenin lo ngeliatin bintang di tengah lapangan golf malem-malem begini.." ucap adam disela permainan gitarnya
"belom puaslah! lagipula kalo siang-siang bukan ngeliat bintang namanya." jawab gue sambil terus menatap langit dan memutar ulang ingatan gue tentang adam.
           Ya, Adam si pangeran dimasa cinta monyet gue. gila! gue pernah jatuh cinta sama tuh kutu. untung aja ga ada yang tau kalo dulu gue pernah jatuh cinta sama adam. lagipula, jatuh cinta sama adam adalah hal ter-absurd yang pernah gue alami. gimana engga? bayangin aja gimana teganya kelakuan dia sama gue waktu kecil. ya, waktu kita sering main berdua, cuma adam doang yang berani boncengin gue naik sepeda ngebut-ngebut. ngelewatin turunan yang kalo dirasain itu kayak lagi di turunan wahana roller coaster. sampe gue udah nangis aja, dia tetep ketawa girang nunjukin gigi ompong nya yang ga banget deh..
         Bukan itu aja. dia pernah ngajak gue naik pohon mangga. alesan gue mau diajak adam naik pohon mangga adalah karena dia janji mau bikinin rumah pohon diatasnya. modus banget tuh kutu. begonya gue kemakan omongan palsu. gue ngerasa sih kalo gue makhluk paling idiot karena selalu percaya sama tuh kutu.
tapi mau gimana? gue tuh telat mikir banget. dan pas gue tau kalo gue ga bisa turun, langsung aja gue nangis karena ngeliat adam yang bisa turun, milih buat turun duluan.
akhirnya, dia pergi buat ngambilin tangga biar gue bisa turun. tapi apa? nyatanya dia ga balik-balik. tokek banget kan tuh. untung ada tukang kebun gue yang kebetulan lagi ngambil gunting rumput terus ngeliat gue dan akhirnya nurunin gue dari pohon mangga itu.
          Parah gak tuh? Bukan cuma itu aja. masih banyak hal absurd lainnya yang sering adam lakuin ke gue. sampe-sampe gue sadar dan mikir, apa cuma gue satu-satunya orang yang paling terzolimi oleh adam?
"gimana kabar kuliah lo?"tanya adam menghentikan permainan gitarnya, dan memulai pembicaraan dengan serius
"eh.. ya, baik. lo gimana?"tanya gue balik
"jangan ditanya. kanada adalah tempat terkeren yang pernah gue kenal. gue ga mau cerita banyak-banyak ah. takutnya lo iri.."jawab adam sambil nunjukin tawa keledainya yang ga berubah
"huh sombong!" ucap gue
"gue gatau deh, selama gue gak disini, apa lo selalu ngelakuin hal-hal kayak biasa?" tanya adam sambil ikutan ngerebahin tubuhnya disamping gue
"maksudnya?" tanya gue, bukan maksud pura-pura bego
"ya.. misalnya, makan ramen paling pedes, tidur siang diperpustakaan, naik sepeda tiap sore, ngambil mangga dan langsung makan dipohonnya,.."
"main monopoli, nyanyi-nyanyi ga jelas, main uno, bikin harapan, lomba jalan bebek, kemping dilapangan golf, nonton sunset, ngeliat bintang.." lanjut gue menerobos ucapan adam
"well.. apa jawaban lo?" tanya adam lagi
"kosong. gue gak akan ngelakuin itu semua tanpa lo.." jawab gue jujur sejujur-jujurnya
"loh? kenapa?"tanya adam
"sekarang gue yang tanya deh, apa lo bisa ngelakuin semua itu tanpa gue?" tanya gue balik
"ya bisalah.. kenapa engga?" jawab adam dengan mudahnya
apa? adam bisa ngelakuin itu tanpa gue? gimana bisa? kok rasanya pas denger jawaban adam kaya gitu, gue kaya ngerasa baru aja kepeleset didepan orang yang sakitnya ga seberapa tapi malunya itu minta ampun, sih..
"lo ngelakuin itu sendirian?" tanya gue mencoba nutupin rasa malu
"ya enggaklah le. wake up dong le. sekarang ini waktunya buat lo wake up. dibumi ini ada banyak manusia selain kita berdua.." ujar adam
"eh, gue ga ngerti deh.." ucap gue sambil mikir banyak arti dari ucapan adam
"lo ga harus ngerti sekarang. tapi gue yakin, suatu saat lo pasti ngerti kok.." kata adam menutup pembicaraan
          Gue dan adam saling diam tanpa berkutik sedikitpun seiringan dengan malam yang semakin larut. sesekali gue ngelirik kearah satu-satunya sosok yang ada disamping gue itu. ya, adam. matanya terpejam. gue gatau apa dia sengaja memejamkan matanya, atau malah ketiduran.
          Mata gue udah bener-bener ga bisa beralih dari langit. buat gue, langit adalah satu-satunya kanvas yang selalu bikin gue terpukau. ya, entah itu ketika fajar tiba dengan kejutannya dalam bentuk gradasi warna yang memukau. atau saat matahari tenggelam diufuk barat dengan warna senjanya yang mempesona. begitupun, saat malam hari datang bersama gemerlap bintang yang luar biasa, dan memikat seluruh indera penglihatan gue.
          Tapi sekarang, meskipun mata gue tertuju ke arah langit, yang bikin herannya entah kemana pikiran gue pergi. gue ngerasa kosong bin hambar. dan waktu gue nyoba buat flashback tentang gue dan adam lagi, gue malah keingetan ucapan adam barusan. dalam kurung, dibumi ini ada banyak manusia, bukan cuma kita berdua aja. damn! gue benci kalimat adam yang itu. meskipun itu bener, tapi gue ga rela kalo kalimat kaya gitu keluar dari mulut adam.
     Ya. sejak gue denger kalimat itu, kesannya tuh adam kaya mau ninggalin gue dan dia nyuruh gue buat ninggalin dia juga. meskipun gue tau bukan itu maksud dari kata-kata adam.
"Le!" seru adam yang sumpah bikin gue kaget banget
"apa?" tanya gue berusaha santai
"lo sadar ga? manusia itu ibarat langit.." ujar adam kalem
"maksudnya?" tanya gue yang emang bener-bener ga ngerti
"maksud gue, manusia itu punya dua sisi. disatu sisi, manusia itu punya sisi yang terang. dan satu sisinya lagi itu adalah yang gelap." jawab adam
"yaa~ iya sih. langit emang bisa terang, terus juga bisa gelap. tapi, arti dari ucapan lo ini apa ya?"tanya gue
"ya. jadi, sebaik apapun manusia selama hidupnya, mungkin suatu saat dia bakal dikuasai sisi gelapnya.."ujar adam sambil natap gue serius banget dan itu bener-bener bikin gue merinding
"terus?" tanya gue lagi yang udah kehabisan kata-kata buat ngebales ucapan dia
"dan seburuk apapun manusia selama hidupnya, suatu saat dia juga pasti dihampiri sisi baiknya." tegas adam masih tetep konsisten dengan keseriusannya
"jadi, apa intinya dari lo ngomong kaya begitu?" tanya gue yang emang bener-bener pengen tau lanjutan dari omongan adam
"intinya.. gue takut, suatu saat nanti sisi gelap gue bakal nguasain diri gue.." kata adam yang bener-bener bikin hati gue nyelos. berasa kaya ada panah yang baru aja nembus ke dada gue.
"ih!! lo ngomong apaan si! " seru gue langsung diem kaya baru dapet kabar yang lebih parah dari sekedar didrop out dari kampus.
"Gue takut kalo sisi gelap gue bakal ngebutain hati nurani gue. gue takut sisi gelap itu bakal ngelenyapin kebahagiaan gue. dan gue takut gue jadi jahat, apalagi sampe ngelukain lo.." ulas adam yang bikin jantung gue bener-bener remuk pas ngedengernya. beneran, sumpah deh!
"apaan sih?! bikin gue merinding aja lo!" seru gue yang bener-bener ga mau hal itu sampe terjadi
 
          Akhirnya, hening dateng lagi..
gue dan adam sama-sama diem lagi. serasa ga saling kenal. sampe-sampe cuma lamunan yang bisa nememin gue. bukan adam..
gue heran, adam yang gue kenal sebagai orang paling konyol dalam hidup gue, sekarang bisa ngucapin kata-kata seserius itu? sumpah demi apapun itu mustahil!
 
"Le! hahaha.. gue bercanda kali. muka lo jangan begitu dong.. kaya baru kecopetan aja.." seru adam yang tau-tau mukanya udah ada didepan muka gue dengan ekspresi konyolnya yang bikin lamunan gue lenyap gitu aja
"ih! dasar kutu!" tegas gue sambil nyingkirin muka konyol dia yang tadinya cuma ada dua jengkal dari muka gue
"hahaha.. ketipu kan lo.. lagian, mana mungkin gue ngelakuin itu ke elo?" ucapnya dengan mudah sambil balik ke posisinya semula
          Gue bener-bener mikir keras saat ngelamun tadi. engga tau deh berapa lama waktu yang udah kebuang buat gue ngungkapin pemikiran kaya gini: "ehm.. tapi, seandainya hal itu terjadi, dan lo sampe ngelukain gue, gue gapapa ko. asal, lo jangan ngelukain diri lo sendiri dan orang-orang yang ga bersalah diluar sana.." ucap gue begitu, seakan-akan baru aja dapet ilham dari dewa bijak buat ngungkapin tuh kata-kata kuno.
"eh. Le.." ucap adam kaya ga punya kata-kata laen
"hahaha! keren kan kata-kata gue? yihaa~ dewa bijak lagi memihak ke diri gue.. hahaha" ucap gue girang, bertolak belakang banget sama perasaan gue. munafik!
"haha.. gue kira tadi lo serius le. dasar lo, ale-ale.." ucap adam yang gue rasa emang ga cukup peka buat nerka serius atau engganya ucapan gue.
"apaan sih? ale ale. kapan si lo bisa manggil gue kaya nyebutin nama lengkap gue dengan manisnyaa?"tegas gue yang bener-bener ngarep adam ngelakuin itu.
"oke. Amitara Alenda Dynata.." ucap adam, bener-bener manis meskipun kurang romantis. uhuk! sebegitu ngarepnya kah gue?
"thank you, Adam Aldebaran Rumi.." ucapku
"tapi le, ale itu kan panggilan sayang gue ke elo." ucap adam
ooohh~ gila nih cowok bikin gue melayang. bikin gue seakan-akan lupa sama perbincangan sebelumnya. gila! gue bener-bener ngerasa seneng. tapi sial! Tuhan seakan diam aja ngebiarin gue salting depan adam..
          Apa adam bilang? Gila lo, itu bener-bener bikin gue nge-fly. Swing.. dan swing..
"selama ini gue ga pernah tau, apa nama kesayangan dari lo buat gue.. Apa emang ga ada ya?" ucap adam sambil ketawa ringan
"eh.." jawab gue
          Sampe akhirnya, gue diem untuk sementara waktu. Setau gue, selama ini gue selalu nyebut anak itu dengan sebutan kutu. Meskipun gue ga pernah ngomong kaya gitu didepan dia secara langsung.
"itu rahasia gue." lanjut gue tanpa sedikitpun nengok ke dia.
          Semilir angin datang mengusik keberadaan gue dan adam di lapangan. Rasanya ga mungkin hujan bakal dateng. Gue bahkan heran, kenapa langit yang tadinya keliatan bintang disana-sini sekarang malah berubah jadi awan gelap yang bener-bener dateng secara tiba-tiba begitu.
          Yang bikin gue ga nyangka adalah, ini loh, cuaca dinegara gue yang harusnya bisa ditargetkan, tapi sekarang? Ga ada bedanya sama sekali. Musim panas tetep ada hujan, dan sebaliknya juga begitu, musim hujan tetep ada panas. "mau hujan nih.." ucap adam
"seandainya ini adalah hujan salju.." jawab gue berandai-andai
"lo masih ngarepin itu?"tanya adam yang emang udah tau dari dulu kalo gue selalu ngarep hujan salju turun dinegara gue yang beriklim tropis ini.
"harapan gue ga bakal berubah.." jawab gue sambil senyum bangga yang keliatan idiot karena masih konsisten ngejaga harapan yang mustahil begitu
"musim dingin dikanada dikit lagi bakal dateng." tegas adam tanpa menghiraukan rintik hujan yang mulai jatuh.
"well. Gue iri sama lo. Bener-bener iri." ucap gue
"do you wanna build the snowman?" tanya adam pake lagu yang dinyanyiin kristen bell dalam karakter anna yang lagi ngajakin elsa di film animasi berjudul frozen, garapan disney.
"nothing snow in here, adam?" jawab gue pake nada bicara biasa
"okay, bye.." ucap adam masih pake nada lagu yang sama.
          Kita berdua sama-sama ketawa setelah itu. Hujan dateng dengan lamban. Mereka juga ga deras. Gue sama adam tetep santai aja rebahan diatas rumput bermuda yang udah mulai berasa dinginnya. Ya, walau ga bisa dipungkiri kalo semakin lama hujannya semakin deras. Kita sama-sama beranjak naik ke golf cart, dan adam nyetir golf cart itu sampe rumahnya.
***
          Well, abis dari kamar mandi, gue langsung nyusul adam ke ruang tv. Walaupun tadi hujan ga begitu deras, tapi berhasil ngebuat baju gue dan adam basah. Alhasil, gue pun minjem baju adam buat sementara.
          Diruang tv, gue ngeliat adam lagi makanin keripik singkong balado kesukaan nya dari dulu. Gue langsung duduk disamping adam sembari ngambil bantal sofa buat gue peluk.

"udah lama gak liat lo make baju gue.." ucap adam
"dan gue juga udah sangat-sangat lama ga ngeliat lo pake baju gue." jawab gue sambil senyum jail
"ah rese lo. Itu kan karena darurat.." ucap adam sambil senyum memerah.
          Gue ketawa puas dan merdeka. Aduh, jadi flashback lagi nih yaa. Ya, gue inget banget tentang hari itu. Sebenernya waktu itu sih gue lagi ngambek sama dia gara-gara insiden naik ke pohon mangga. Dan saat dia kerumah gue, gue lagi belajar piano sama ibu gue. Suara bell pintu rumah gue bunyi beberapa kali. Padahal lagi hujan deras. Gue sempet kepikiran, tamu mana yang bakal namu hujan2 begini? Tapi tanpa berpikir panjang ibu gue langsung jalan dan ngebuka pintu. Gue sih terus ngelanjutin nekan tutch2 piano dengan sesuka hati. Sampe akhirnya, ibu gue muncul sambil nuntun si kutu yang ternyata bajunya pada kotor bin jeblok gitu.
"kamu lanjutin sendiri dulu ya.. Ibu mau nganter adam mandi." ucap ibu.
         Ya jelas aja adam pada belok begitu, dia abis nyungsep di got depan rumah tetangga gara-gara hampir nabrak mobil tetangga yang lagi parkir. Wuahahaha:D. Setelah ibu gue keluar dari kamar mandi, sambil nuntun adam yang cuma pake baju anduk warna pink punya gue, gue langsung ngikutin kemana mereka jalan. Dan bener aja, ibu gue ngebawa adam ke kamar gue.
          Ehem, ngeliat tampang adam yang melas, campur kesel dan malu begitu, bikin gue mau ketawa. Tapi, karena gue lagi ngambek sama dia, yaa akhirnya gue tahan dong.. hihi
"ibu ngapain bawa dia ke kamar alen?" tanya gue
"ibu mau nyari baju kamu yang bisa dipake adam.." jawab ibu
"alen gamau minjemin adam baju." ucap gue
"alen, jangan begitu. Ibu ga suka deh." tegas ibu
"yaudah, adam boleh pake baju alen, asalkan alen yang cariin bajunya. Ibu tunggu diluar aja." jawab gue
"jangan macem-macem, alen.." ucap ibu sambil natap gue terus bergantian natap adam sambil senyum dengan sorotan mata yang seakan-akan ngomong kalo dia percaya sama gue.
          Ibu keluar dan nutup pintu. Setelah langkah ibu semakin jauh dan ga kedengeran, barulah gue berulah.
"kamu. Kenapa ga pulang aja? Mandi sendiri dirumah kamu? Kenapa? Ga berani?" tanya gue yang sebenernya udah tau kalo dia takut sendirian dirumahnya yang ga ada satupun orang.
"maaf len, ga diulangin lagi deh, minjem baju kamu ya.." pinta adam
"bohong."
"beneran, len.."
"yaudah, tapi ada syaratnya."
"apaan?"
"aku yang pilihin bajunya dan kamu harus mau jadi princess." "maksudnya?"
"jangan banyak tanya. Jangan protes."
"tapi,"
"kalo gamau, gausah minjem."
"yaudah deh terserah kamu."
          Oke. Gue menang kali ini. Gue cariin baju buat adam. Baju warna pink dengan gradasi biru muda yang lebih pantes disebut gaun, gue serahin ke adam yang cuma masang muka ga terima tapi diterima-terimain.
          Gue ngambil lipstik merah ibu gue yang gue sembunyiin di laci meja belajar. Gue pakein adam bedak. Begitu juga bibir kecilnya, gue pakein lipstik merah secara merata. Gue poles bentuk lingkaran di pipi kanan dan kiri adam pake lipstik merah yang sama. Gue kuncir rambut pendeknya pake karet jepang. Gue pakein dia mahkota-mahkotaan ratu. Jujur! Adam cantik banget walaupun make-up nya ngasal begitu. kalo lo tau ya sosok jengkelin, ya kaya begitu bentuk dandanan adam setelah gue poles.hehehe
"tada..!"
"aleeeen.." ucap adam kaya mau nangis
"jangan jangan! Jangan nangis dong.. Ayo keluar. Kita kasih tau ibu dulu." ucap gue.
Akhirnya, gue ambil kamera gue dari laci dan ngajak si kutu cantik itu keluar dari kamar.
"senyum dong, adam..!" paksa gue.
Gue nyamperin ibu yang lagi duduk liat-liat katalog di sofa.
"alen, apa-apaan si?" tanya ibu pas ngeliat penampilan adam.
"adam yang mau, bu. Bukan alen. Iya kan, adam?" tanya gue sambil maksa.
Adam ngangguk sambil senyum yang bener-bener dipaksain. Disamping itu, ibu cuma geleng-geleng ga percaya ngeliat tingkah konyol gue yang terkesan jahat itu.
"ini, bu.." ucap gue sambil ngasih kamera
"apa?"
"potretin kita." jawab gue sambil senyum merdeka.
Well, begitu kisahnya..
~
"10 potretan. gue masih simpen loh." ujar gue ke adam
"ah, sial. Jahat lo." jawabnya sambil ketawa.
"gue cukup nulis 50 kalimat perjanjian sebagai hukumannya." ucap gue lagi
Tiba-tiba.. Blaamb.
Gelap.
"arrggh! Pake mati lampu." ucap adam
"biarinlah, kita kan bukan anak kecil lagi. Udah ga takut gelap lagi." ujar gue
"lampu emergency gue rusak. Jadi bener-bener ga ada penerangan. Lo beneran berani nih?"
"yaudahlah, gue udah berani kok.." ucap gue
"oh iya, evelyn."
"siapa?" tanya gue
"iya, evelyn."
"siapa tuh evelyn?" tanya gue penasaran sambil nyengir kuda yang gue tau ga bakal keliatan didalem suasana yang gelap waktu mati lampu begini.
"temen gue di kanada. Dia itu takut sama gelap. Gelap2 begini, gue jadi inget dia.." jawab adam sambil ketawa kecil
"oh, temen deket ya? Kenal banget kayaknya." ucap gue ngeledek
"ya, lumayan deket lah."
"oh, asyik dong.." jawab gue yang gak rela pake banget.
"ya, kalo gue lagi kangen sama kebiasaan kita dulu, eve yang nemenin gue buat ngelakuin hal absurd itu.."
"pasti pengganti gue lebih asyik ya dari pada gue.."ucap gue sambil ketawa
"dia bukan pengganti lo, kok. Lo, ya tetep lo. Dan dia, ya dia. Kalian berdua tuh beda, beda banget."
"ceritain dong, tentang... Siapa namanya? " tanya gue.
"Eve. Evelyn"
"oh, ya. Eve. Ceritain deh." pinta gue.
"dia itu pecinta alam. Anaknya cantik, pinter, supel. Gak sombong. Nyokapnya orang Irlandia. Bokapnya kanada-jepang. Rambutnya coklat. Di bola matanya ada gradasi warna biru yang keren banget deh.." jawab adam bikin gue langsung diem buat ngegambarin sosok eve dari ucapan adam ke bayangan dikepala gue.
"woy, le? le?"
"apaan si, la le la le aja?"
"gue kira lu tidur.."
"yaelah, tega amat masa lu ngomong gue tinggal tidur. lanjutin.." ucap gue
"ya, intinya gue seneng punya temen selain lo, dan gue harap lo juga bisa kaya gue."
"gue bisa ko kaya lo, kalo gue mau." jawab gue pake nada suara yang rendah
"jadi, selama ini lo ga mau ya?"
"gue mau ko. Seperginya lo ke kanada lagi. Liat aja nanti." tegas gue semangat
"bagus le, karena mulai nanti sepulangnya gue ke kanada, mungkin bakal jarang buat gue dateng kesini lagi."
"loh, kenapa?"tanya gue
"perusahaan bokap gue gulung tikar, le. Dia bakal pindah ke kanada dan tinggal disana juga buat ngelola perusahaan warisan dari kakek gue di Ontario."
"ya Tuhan, adam, lo beneran?"
"gue serius, amitara.." jawab adam sambil nyebut nama depan gue
"I can't believe whats going on."
"yeah, me too."

          Miris banget. Kisah yang gimana si ini? Kayaknya baru aja gue ketemu sama kutu kesayangan gue. Ngilangin kangen gue. Flashback. Ketawa bareng. Dan sekarang? Kabar yang kaya gimana lagi yang lebih menyakitkan selain muncul sosok lain dikehidupan adam yang jauh dari gue, yaitu Evelyn. Yang ini. Cuma yang ini yang lebih bahkan paling menyakitka. Ya, antara gue adam ada sebuah pendatang baru yang bahkan lebih pantes buat disebut sebagai penghalang, apa lagi kalo bukan JARAK? Jarak yang bahkan lebih kejam dari sekedar orang ketiga. Pindahnya adam buat sekolah ga seberapa nyakitin gue dibanding pindahnya adam buat tinggal disana. Jauh..
          Gue ga bisa terima ini. Tapi, satu yang paling ga bisa gue percaya adalah, ada apa dengan perusahaan om Rumi? Bukannya adem-adem aja? Tiap hari dia pergi kekantor naik mobil mewahnya. Apa adam bohong sama gue?
"gue masih ga ngerti sama apa yang terjadi di perusahaan bokap lo."
"gulung tikar bukan berarti abis segala-galanya, le. Tapi gue yakin, lo ga bakal nanya bokap gue tentang hal itu kalo lo ngerti perasaannya." ucap adam yang cukup bisa untuk gue terima.
          Gue tau arti dari ucapan itu. Ya, supaya gue jangan nanyain hal ini ke om Rumi, meski adam ga ngucapin secara langsung tentang arti dari ucapannya itu ke gue. Tapi, ya gue peka lah. Gue kan kenal adam udah lama.
"Gue turut sedih.." ucap gue
 Adam gak jawab ucapan gue. Senyap pun menyapa.~ Dan..
          Lampu nyala lagi pada akhirnya. Gue baru sadar, adam duduk disofa bukan sambil melek. Dia juga udah dari tadi nutup stoples keripik nya. Yang ada di penglihatan gue saat lampu nyala adalah, sosok adam yang lagi duduk nyaman. Nyaman banget. Kedua tangannya dilipat didada. Dan matanya nutup.
          Gue inget, ini pernah gue liat saat pertama kali gue ngeliat adam dirumah sakit. Dan, mungkin ini yang terakhir kalinya..
          Gue perhatiin lagi adam dengan seksama, kaya yang pernah gue lakuin waktu di rumah sakit dulu. Adam masih sama. Ya, dia adalah kutu yang sama yang beranjak dewasa. Tapi, sekarang gue udah paham kok. Ikatan adam ke gue adalah SAHABAT. Sahabat yang tulus yang bahkan lebih keliatan kaya saudara. Gue paham. Gue ngerti. Gue sadar. Gue tau. Semua ini udah terjadi bahkan sebelum kita mengenal cinta. Umur 5 tahun, yang gue sadar kita sama-sama baru masuk TK.
          Takdirkah? Mungkin. Tapi, cinta monyet gue. Pangeran kecil gue. Si jail gue yang manis. Si tampan yang lebih suka gue sebut kutu dihati gue. Cuma Adam.
          Gak ada satupun yang tau kecuali gue. Tapi gue tau, gue adalah sahabat buat adam. Cukup. Itu udah lebih dari cukup buat gue. Gue colek adam pake jari telunjuk gue. Dia gak bangun.
          Gue ngelambai-in tangan gue di depan mukanya. Gak bangun juga. Lelap banget.
Dasar kutu. Tadi perasaan dia deh yang ngira kalo gue tidur. Tapi kenapa sekarang malah gue yang ditinggal tidur? Kutuu!
Mending gue pulang aja. Om rumi juga ga keliatan dari tadi. Mungkin udah tidur. Udah jam 10.45 malem. Gue harus pulang. Tapi, adam disofa. Ketiduran sampe lelap banget. Dalam duduk pula. Gak tega gue.
          Dan, akhirnya gue benerin posisi adam dari duduk ke posisi tiduran. Perlahan, gue lakuin itu supaya sahabat gue ini ga bangun. Dia lelah. Jelas lelah, baru sampe dari kanada tadi sore, dia udah gue ajak main. Tanpa ngeluh. Tanpa nolak. Sumpah dia tulus banget.
          Gue sulit mengartikan ketulusan itu. Yang gue tau, tulus itu karena cinta. Dan gue juga udah sadar ko, kalo pun adam cinta sama gue, maka cintanya adalah cinta sebagai sahabat. Selimut. Selimutin sahabat gue. Ya, gue harus ambil selimut dikamar adam.
          Gue tarik selimut bergambar doraemon yang udah lama ga dipake itu dari atas kasur. Walau kamarnya tak bertuan, entah kenapa kamar adam selalu terurus.
Padahal om rumi gak punya pembantu. Kalo sekedar rapi ya wajar. Tapi ini, wangi. Gak berdebu bahkan. Kayak kamar bertuan aja.
          Well, gue bawa selimut doraemon itu ke adam. Gue selimutin badan adam tanpa ada yang terlewat, kecuali mukanya. Gue gak mau ngeliatin muka adam lama-lama. Miris kalo inget tentang kepindahan dia nanti. Sakit. Lukanya gak keliatan. Tapi rasanya perih. Bikin nyesek. Apalagi kalo air mata udah keluar. Rasanya sulit buat berenti. Sulit diterima.
          Gue pulang kerumah. Pamit sama satpam, dan nolak pinjeman payung dari satpam. Apa coba? Gue jalan dari depan pintu rumah adam sampe pos satpam aja, badan gue udah basah kuyup. Ditawarin payung, tanggung kali. Rumah gue kan deket. Ya, disebelah rumah adam. Bahkan balkon kamar gue adalah tempat ter-strategis buat ngintip lapangan golf, tempat dimana gue dan adam ngelewatin waktu bersama. Kaya tadi itu..
          Anyway, ko jauh ya? Sumpah. Rumah gue yang bahkan temboknya cuma berjarak satu jengkal sama tembok rumah adam, sekarang kok terasa jauh ya buat dicapai. Rasanya berat banget buat gue ninggalin rumah adam. Rumah yang terkesan kaku dan dingin. Gak ada kemesraan, bahkan kehangatan sekalipun. Tapi, gue bangga sama adam. Dia bisa tumbuh menjadi sosok yang hangat. Penyayang pula. Itulah kenapa cinta monyet gue berasa berlanjut sampai saat ini, dan bahkan tumbuh menjadi cinta gorila.
          Ya! Cinta gorila. Ini gila. Entah gue ataukah perasaan gue yang gila. Tapi, gue ngerasa, tanpa adam adalah hal ter-absurd dalam hidup gue dibandingkan saat gue melakukan hal-hal konyol nan idiot bersama adam dulu.
          Angin berlalu-lalang, menghempaskan air hujan hingga membuatnya bersuara. Menyentuh dedaunan hingga membuatnya jatuh, berguguran. Menerpa tubuh gue, yang bikin gue semakin kedinginan.
          Gue berani. Gue kuat. Tapi, jauh dari itu semua, yang gue takutkan pun akhirnya terjadi. Yang bikin gue bakalan jadi lemah, sakit, bahkan hancur.. Semuanya datang pada waktu yang bersamaan. Entah gue bakalan berani dan kuat atau nggak buat menghadapi semua itu, nanti..


 Ya. Bukan saat ini. Gue cewek. Adam mungkin gak pernah tau gimana lemah nya perasaan cewek dibanding perasaan cowok. Karena hatinya jelas bukan hati cewek. Jauh dari itu, adam juga lebih gak tau lagi gimana rasanya mencintai sahabat sendiri. Yang gue tau juga bahwa sahabatnya itu pasti gak punya perasaan lebih untuk membalasnya.
            Gak apa-apa. Gue juga sadar kok kalo mungkin cinta gue lebih layak buat gak dibales. 'Bertepuk sebelah tangan.' Ya, mungkin ungkapan itu lebih pantes buat gue. Miris ya..
            Tapi, salahkah gue cinta sama sahabat gue sendiri? Salahkah gue menginginkan sahabat gue lebih dari sekedar sahabat, meski gue tau sahabat itu lebih indah dan lebih penting dari apapun. Meski udah banyak kisah cinta yang gue baca tentang seorang sahabat yang mencintai sahabatnya sendiri, dan banyak dari kisah itu yang bahkan cintanya gak terbalas.  Tapi, kenapa gue terjebak dalam kisah itu? Dan kenapa kisah itu harus seperti kisah roman yang aromanya sudah tercium sejak awal bahwa cinta sang pemeran utama tak akan pernah terbalas? Malang bukan?
            Oke. Hujan malam ini bikin gerak gue jadi bener-bener lamban. Entah hujan atau apa yang bikin gue jadi ngerasa gak nyampe-nyampe ke gerbang rumah dari tadi. Tapi, jujur kali ini rasanya gue tunduk banget sama hujan. Me Serbuan ribuan hujan lah yang kali ini bikin gue lebih nyaman daripada dekapan adam. Hujan juga yang mau menghapus air mata gue dibanding jemari adam. Hujan yang mampu menenangkan gue dari segala serangan yang begitu menyesakkan. Hujan yang mau mendengar teriakan seorang manusia yang gak berdaya seperti gue dan meredamnya dibalik gemuruh. Dan lagi-lagi, hujan lah yang melindungi gue dari ketakutan.
            Well. Gue buka gerbang rumah gue yang gak dijaga satpam karena emang engga memperkerjakan satpam. Gue cegah mata gue supaya gak bengkak abis nangis, karena takut ditanya ibu yang mungkin aja masih bangun dan nunggu gue. Gue buka pintu, dan masuk dengan sikap seperti biasa.ski ini bukanlah pertama kalinya gue tunduk kepada hujan..

segitu dulu yaa:D
mudah-mudahan penasaran, terimakasih.
kritik dan saran yang baik gue perkenankan:) 

2 komentar:

  1. {} big hugs, haha ternyata ada juga yang satu spesies sama gue :D doyan bikin cerita :D nice (y):D contact me @cekkoww

    BalasHapus
    Balasan
    1. thankyouu kamuu:))) big hugs kembaliii yaaa {}

      Hapus

Terimakasih ya sudah membaca tulisan yang ditulis oleh orang gak jelas ini : ayu chan.. kritik dan saran akan saya terima.. silahkan beri tanggapannya yaa:)