Jumat, 20 Juni 2014

Mati Rasa



Gue tau kok apa itu cinta. Gue juga tau cinta itu perasaan yang bagaimana. Gue tau. Sekali lagi gue tegaskan, gue tau.
Tapi, gue gak tau gimana rasanya cinta yang tulus. Gue gak tau gimana rasanya cinta sejati. Gue gak tau. Sekali lagi gue tegaskan, gue gak tau.
Bukan hanya gak tau. Bahkan untuk hal ini gue merasa bahwa gue gak mau tau.
Kenapa? Oh, jangan tanya gue kenapa. Lo tau kan kecewa karena cinta? Lo tau kan sakit hati? Terluka? Apalah itu semua kalo bukan karena cinta?
Sekali aja gue merasakan cinta, gue mendapatkan balasan kekecewaan yang rasanya beribu kali lipat dari rasa sakit hati dan terluka.
Cinta yang bagaimana itu? Cinta yang seperti apakah itu?
Cinta memang butuh diperjuangkan. Tapi, jujur, gue bukanlah orang yang selalu memperjuangkan cinta kepada orang-orang yang berbeda. Lo tau kan maksudnya? Yap. Gue sulit berpindah kelain hati. Gue butuh waktu untuk menemukan benih nya. Menanamnya. Memupuknya, sampai memeliharanya hingga tumbuh menjadi cinta yang benar-benar cinta.
Cinta itu adalah kebahagiaan. Lalu, cinta seperti apakah yang tak tersentuh oleh kebahagiaan?
Cinta itu tumbuh bersama kasih sayang. Lalu, cinta yang bagaimanakah yang tumbuh bukan karena adanya kasih sayang? Cinta apakah itu? Cinta yang gelap kah? Yang bahkan untuk menemukan sebuah penerangan menuju ke sebuah kebahagiaan adalah hal tersulit yang harus dilalui.
Mustahil. Jika ada yang namanya cinta sejati, dimanakah sembunyinya mereka? Kenapa mereka terasa sangat jauh? Kenapa mereka tak terjamah? Kenapa mereka gak datang disaat gue jatuh cinta? Saat yang gue yakin bahwa itu adalah perasaan yang benar-benar cinta.
Cinta, cinta, cinta...
Kalian tau cinta apa ini? Ini adalah cinta selain kepada Tuhan dan keluarga. Ini adalah cinta gue kepada seseorang. Entah siapa dia.. Tapi, dialah yang telah membuat hidup gue berwarna. Dia yang membuat gue tertawa hanya karena hal-hal kecil. Dia yang membuat gue tersenyum diam-diam. Dia yang membuat memori gue penuh dengan semua tentangnya. Dia yang membuat gue suka terhadap semua hal yang dia lakuin sekalipun itu adalah hal terbodoh. Dia yang membuat gue menangis saat terjadi sesuatu yang gak bisa gue terima diantara kita. Dia, hanya dia. Dan ini, tentang perasaan gue ke dia.
Semuanya indah saat gue bersamanya. Semuanya indah saat kita merasa dunia hanya milik berdua. Semuanya indah.. Ya, sangat indah seperti segala perhatian yang dia berikan.. Tapi, semuanya telah dan jelas berbeda setelah sesuatu yang sulit dimengerti terjadi begitu saja. Menghancurkan apa yang telah kita bangun dengan ketulusan. Melenyapkan perasaan yang kita sebut itu dengan nama cinta, dan menggantinya dengan kekecewaan..Kekecewaan yang gue yakini adalah awal dari kehancuran. Kehancuran yang membuat gue rapuh. Kehancuran yang hanya bisa membuat rasa cinta menjadi benci. Senang menjadi tidak senang. Baik-baik saja menjadi luka dan sakit yang amat memilukan. Lo tau kan, luka yang bagaimana itu? Bukan luka yang bisa di bubuhi betadine agar darahnya berhenti mengalir. Bahkan perihnya pun tak sama dari sekedar tersayat pisau. Ya, luka ini adalah luka yang tersembunyi, yang bahkan tak terjamah sekalipun itu dihati gue sendiri. Lo tau kan sakit yang seperti apa itu? Bukan sakit yang bisa disembuhkan dengan resep dokter. Sakit yang bahkan bikin gue sulit buat bernapas sekalipun kepala gue lagi nggak berada didalam air. Sakit ini yang bahkan sesaknya melebihi asma atau apapun. Sakit ini yang bahkan membuat tenggorokan gue tercekat setiap ingin mengatakan sesuatu. Sakit yang bahkan membuat gue ingin berteriak sekalipun sulit.
Ini yang membuat gue heran. Kenapa sesuatu yang berawal dengan indah harus berakhir seperti ini. Ini bukan kisah rekayasa untuk bahan cerita. Ini bukan cerita fiksi yang ada didalam dongeng atau sinetron. Ini, adalah kisah yang tak semestinya terjadi. Tetapi, ini terjadi begitu saja. Bukan. Bukan begitu saja. Tapi, ini terjadi karena gue punya cinta buat dia.
Cinta yang seharusnya gak perlu terjadi karena mungkin belum waktunya.
Cinta yang terjadi tanpa gue pikir bagaimana akhirnya. Cinta yang tetap ada dan bersemayam didalam hati gue. Cinta yang mampu membuat gue lebih rapuh dan lemah dari sekedar lemah yang manusiawi. Cinta yang angkuh. Yang bahkan membuat gue gak mau untuk mengakui bahwa dia bukan milik gue lagi.
Gue sadar dengan mata yang terbuka lebar, sekalipun hati gue masih mengunci rapat tentang kenangan bersama dia. Kenangan yang akan selalu menjadi bagian terindah dalam hidup gue sekalipun itu menyakitkan.
Ini cinta yang salah sekalipun tak salah.
Ini cinta yang tak patut untuk dibilang benar sekalipun cinta ini memang benar. Semakin gue bangkit, maka semakin gue terpuruk karenanya. Gue cuma ingin mengakui, bahwa gue masih mengharapkan dia kembali sekalipun rasa itu telah hilang Gue ingin memutar ulang waktu untuk tetap bersamanya sekalipun gue gak mau menoleh kebelakang. Cinta itu tetap ada. Seperti luka gue. Disini. Ditempat yang tersembunyi dan tak terjamah. Sekali lagi gue tegaskan, cinta itu masih ada. Tapi, gue sulit untuk menyembuhkan lukanya. Cinta itu takkan pernah bangkit dari tempat persemayaman-nya selagi luka itu masih terasa perih. Cinta itu akan ada dimana kebahagiaan gak pernah ada buat gue. Sekali lagi gue tegaskan, cinta itu yang menyebabkan gue rapuh. Bahkan kerapuhan itu yang menyebabkan rasa gue mati.
Hingga akhirnya gue yang rapuh harus mengakui kekalahan. Gue yang terluka harus mengobati luka gue sendiri. Gue yang sakit harus menyembuhkan sakit gue sendiri. Tanpa ada cinta yang lain. Tanpa ada rasa yang lain. Karena gue tau, kerapuhan akibat cinta yang lalu telah membuat perasaan gue menjadi mati. Sekali lagi gue tegaskan, perasaan gue telah mati. Merambat menuju syaraf-syaraf otak dan membuat gue amnesia. Amnesia tentang apa itu cinta yang tulus dan juga cinta yang sejati. Hingga untuk mengingatnya kembali pun, butuh waktu yang sama lamanya seperti mengobati luka dan menyembuhkan sakit ini.
Well, sekali lagi gue tegaskan, gue MATI RASA..
Jangan tanya ini mati rasa yang bagaimana.
Ini, mati rasa karena luka yang teramat perih. Hingga seiring dengan berjalannya waktu, gue bahkan gak tau lagi apa yang disebut dengan luka. Karena gue udah cukup merasakannya sekian lama.
Ini, mati rasa karena sakit yang amat menyesakkan. Hingga seiringan dengan angin yang berlalu, membuat gue kuat dan tahan akan rasa sakit itu.
Dan, ini adalah mati rasa karena cinta yang mendalam. Yang hanya dibalas dengan rasa sakit dan kesia-siaan. Hingga membuat gue bahkan sulit untuk mencintai lagi. Karena, semua ini akhirnya berhasil membuat gue lupa tentang apa yang namanya cinta...