Jumat, 25 Juli 2014

Coretan Pena


Coretan pena teruntuk sahabatku..
Jika awan mendung mungkin telah kembali putih dengan diterangi semburat hangat sinar mentari, cobalah hapus air mata yang telah lolos melewati kulit wajah yang tak pernah kusentuh itu, wajah kalian..
Jika mungkin sekawanan burung yang telah kehilangan satu anggotanya saja masih bisa bersiul, aku yakin kalian juga bisa..
Jika selama ini saja aku lebih banyak diam diantara kalian, lalu apa bedanya dengan kalian tanpa aku?
Semuanya seperti tak ada yang berubah meski ada ataupun tidaknya aku..
Kalian tetap bisa tertawa meski tanpaku..
Karena aku merasa bahwa aku bukanlah sosok penting untuk kalian..
Ya, kalian tanpa aku, adalah biasa saja..
Tapi, ini berbeda jika aku tanpa kalian..
360 derajat mungkin lebih tepat untuk membandingkan perbedaannya..
Duniaku jungkir balik tanpa kalian. Aku serius, meski kalian takkan pernah mendengar ucapan itu secara langsung dari mulut diam seribu bahasaku..
Aku bisa mendengar semua cerita hidup kalian, meskipun maaf, aku tak bisa melakukan sebaliknya..
Kalian bisa menangis dihadapanku, keluarkan apa yang membuat sesak didada kalian, tapi maaf, aku tak bisa menangis di hadapan kalian..
Bukannya aku tak mau, bukannya aku ingin merahasiakan semuanya dari kalian, bukannya aku ingin membuat semua ini menjadi misterius..
Bukan karena apapun..
Tapi, aku hanya-tak bisa..
Jika seekor anak kucing yang sebatang kara saja tak pernah meneteskan airmatanya meski didalam kesendirian, lalu mengapa aku harus menangis, apalagi dihadapan kalian..
Jika seekor kunang-kunang saja tetap bisa menerangi jalannya sendiri didalam kegelapan, mengapa aku tidak? Aku bisa, sahabatku.. Aku bisa memecahkan sebuah teka teki didalam labirin maut yang gelap sekalipun. Karena aku tahu, ada Tuhan yang memanduku..
Jadi, hanya Tuhan sajalah yang bisa melihat tangisku, mendengar apa curhatku.. Hanya Tuhan..
Dan itu bukan berarti aku tak mau menghapus air mata kalian saat kalian sedih, terpuruk, dan tersakiti. Aku justru selalu ingin menjadi tangan pertama yang menghapus air mata itu. Aku juga selalu ingin menjadi bahu pertama yang bisa memberi sandaran untuk kalian. Aku juga ingin menjadi tabib pertama yang selalu mengobati sakit kalian. Tak hanya yang pertama, jika mampu, aku juga ingin menjadi yang terakhir untuk kalian. Aku ingin, tentu aku ingin, sahabatku.
Meski ini memang terdengar tidak adil. Atau kalian bisa mengartikan betapa naif nya aku yang hanya manusia biasa mencoba menanggung semuanya tanpa campur tangan siapapun kecuali tangan Tuhan.
Ini memang diriku. Sudah ada sejak aku tahu bahwa aku harus menjadi sahabat yang baik untuk sahabatku, tak peduli apakah kalian melakukan sebaliknya padaku atau tidak. Yang penting, aku bisa melakukannya untuk kalian.
Ini terdengar seperti aku adalah seekor kelinci yang rakus wortel.
Tapi, jika aku adalah kelinci itu, maka wortel itu adalah untuk kalian, sahabatku.
Aku ingin orang-orang tahu bahwa kalian adalah warna pelangi yang hadir setelah aku yang berperan sebagai hujannya telah reda.
 Aku akan dengan senang bercerita pada dunia, bahwa kalian adalah sahabat sejati yang tak bisa didapatkan hanya karena menang lotere. Tapi, ini adalah keberuntungan yang telah Tuhan anugerahkan padaku.
Kalian bukan sekumpulan orang kaya yang sombong, yang bersahabat hanya untuk memamerkan harta. Tapi, kalian seperti sekumpulan pahlawan yang berkumpul untuk menjalankan sebuah misi yang sama.
Namun..
Apalah arti kalimat sepanjang ini sahabatku? Apalah arti diri ini untuk sahabatku, Tuhanku?
Semua ini seperti hanya sebuah bait puisi tak bermakna. Atau janji kosong belaka. Aku merasa malu. Iba pada diriku sendiri. Aku yang berkata seperti itu. Tapi tak pernah sekalipun aku mewujudkannya.
Tuhanku, cobalah tanyakan saja pada sahabat-sahabatku. Sudahkah aku melakukannya untuk mereka? Belum. Aku memang payah. Bahkan diantara sepuluh jemari tanganku, tak ada satupun yang pernah menyentuh wajah mereka untuk menghapuskan air mata yang berlinangan. Karena, aku tak tahu bagaimana caranya. Benar-benar tak tahu, Tuhanku. Aku seperti seekor burung bisu diantara kawananku yang bersiul riang. Aku seperti daun yang jatuh kesungai dari ranting tempat dimana daun itu berkumpul dengan daun lainnya.
Aku merasa seperti seekor semut asing yang berada didaerah ku sendiri. Aku bodoh. Tapi, aku selalu penasaran untuk melakukannya. Meskipun bodoh, aku akan berusaha untuk bisa mengukir senyuman bersama sahabatku. Tak ada yang mustahil. Tapi, cukuplah sudah. Panggil saja aku si bodoh yang sedang menjalankan misi rahasia.
Salamku,
Ayu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih ya sudah membaca tulisan yang ditulis oleh orang gak jelas ini : ayu chan.. kritik dan saran akan saya terima.. silahkan beri tanggapannya yaa:)